Mengejar Sunrise dan Mimpi di Bromo
Wisata ke gunung Bromo seperti
paket wisata wajib kalau kalian sedang belajar di kampung Inggris, Pare,
Kediri. Setiap minggunya setiap lembaga kursus
pasti mengadakan short trip ke
Bromo. Pengalaman kami (Saya, Taya, Lea dan Oshyn) yang sudah dikecewakan
dengan ikutan tour Bali dari salah satu tempat kursus, membuat kami berinisiatif
untuk buat trip sendiri ke Bromo bersama beberapa teman di Pare. Asyiknya
kursus di kampung Inggris, tiba tiba aja punya banyak teman dari segala usia
dan berbagai kota, akrab seperti udah kenal lama. Trip ke Bromo waktu itu di
atur teman kita, namanya Iqbal.
Dengan estimasi budget sekitar 100
– 125rb (kalau tidak salah), Jumat malam kami mulai perjalanan tour Bromo dari
Pare, Kediri dengan mini bus BMA, kendaraannya nyaman banget untuk kami
berduabelas. Perjalanan dari Pare ke Bromo butuh sekitar 5 jam dengan target
pukul 3 subuh, kami harus berada di daerah parkiran wonokitri untuk mengejar sunsrise Bromo, karna waktu masih cukup
luang, kami istirahat sekaligus foto foto di alun alun kota Batu.
Sebelum masuk ke area parkiran
wonokitri, kami singgah di salah satu rumah warga untuk izin buang air kecil,
mencuci muka setelah tidur diperjalanan dan memakai pakaian yang berlapis lapis
karna ternyata udaranya sangaaat dingin yang mengharuskan saya memakai baju 3
lapis, baju kaos lengan panjang, sweater rajut,
jaket semi coat dan sarung
tangan, yang sebenarnya hanya saya bawa untuk berjaga jaga. Udara dingin yang
tidak seperti yang dibayangkan mengharuskan teman yang lain menyewa coat (yes, coat yang biasa dipakai di daerah bersalju ternyata dibutuhkan juga
di gunung) dan sarung tangan yang banyak ditawarkan oleh pedagang di area
parkiran.
Di area parkiran wonokitri, kami
berganti kendaraan dari BMA ke mobil yang akan membawa kami tour di kawasan Bromo. betapa kagetnya, karna diantara mobil Jeep yang terparkir, ternyata mobil untuk tour kami adalah mobil Pick up, yang bak belakangnya terbuka. inilah kunci kenapa biaya tripnya sangat murah! haha. udara malam yang makin dingin dan sudah setengah perjalanan dari paket tour, membuat kami semua pasrah dan bergegas naik ke belakang mobil.
Berduabelas, 4 cewek dan 8 cowok, kami semua duduk di bagian belakang mobil pick up, berusaha menikmati perjalanan
ke bukit penanjakan yang dingin dan gelap sambil menahan ngantuk. agar tetap rileks di jalan yang menanjak, yang kadang mengguncang, saya mencoba menyelaraskan gerak tubuh dan dengan goyangan kendaraan, semakin banyak gerakan juga bisa menghilangkan rasa dinginnya terpaan angin. dari bak belakang mobil pick up, kami bisa melihat jelas pemandangan pohon pinus berjejer di sepanjang jalan, bagus sekaligus membuat merinding. setelah melihat kiri kanan, saya menengadahkan pandangan ke langit, malam itu ternyata perjalanan kami menuju bukit ditemani oleh cahaya ratusan bintang bintang yang bertaburan di langit malam yang pekat menjelang dini hari, gemerlap cahayanya yang sangat indah seakan mengusir rasa kecewa harus menaiki mobil pick up didinginnya malam.
Turun dari mobil, kami berjalan
kaki menuju ke view point bukit
penanjakan untuk menanti matahari terbit, jalannya gelap, bersemen dan
menanjak, hanya diterangi oleh senter pendaki, sepanjang jalan banyak kedai
kedai yang menjual makanan dan minuman serta menyediakan api unggun kecil.
Sampai di view point, ternyata sudah
sangat ramai orang lokal dan turis yang menantikan matahari terbit, saat itu
kira2 masih pukul 4 lewat atau setengah 5 subuh. dengan modal cahaya lampu yang
seadanya, kami mencoba mencari tempat pewe untuk melihat sunrise, sambil banyak gerak agar tidak membeku kedinginan di
ketinggian 2.770 mdpl.
Akhirnya, yang ditunggu mulai memperlihatkan
pesonanya, dimulai dengan munculnya cahaya horizontal berwarna biru Navy diantara
hitam gelapnya langit, disusul cahaya orange pekat dan perlahan terlihat cahaya
kuning keemasaan yang sinarnya menerangi lautan awan putih bagai kapas di hadapan kami,
perlahan awan putih itu bergerak dan memperlihatkan keindahan deretan gunung
bromo, gunung kawah batok dan yang paling membuat kami kegirangan, gunung
semeru yang menjulang paling tinggi diantara deretan gunung lainnya, Masha Allah. sayangnya, indahnya Sunrise Bromo kala itu tidak bisa diabadikan dengan cantik melalui
kamera hape kami, ditambah udara dingin yang menggigit mengurungkan niat untuk
foto dengan latar matahari terbit. Namun kami sangat bersyukur untuk pertama
kalinya bisa menyaksikan matahari terbit secara langsung dengan pemandangan
yang sangat menakjubkan.
Setelah momen matahari terbit berlalu,
perasaan kami masih terus terpesona dengan puncak Mahameru yang perkasa menjulang
tinggi, ditengah dinginnya udara pagi di bukit penanjakan – sunrise Bromo, seolah Mahameru mengajak untuk
melihatnya lebih dekat lagi. Seketika
muncul hasrat menggebu untuk mendaki semeru dan menikmati langsung keindahan
danau ranu kumbolo. Sebelum turun ke bawah, kami melihat ada ukiran yang
bergambarkan gunung di kawasan Bromo Tengger Semeru, di atas ukiran itu, saya,
Taya, Lea dan Oshin meletakkan jari tepat di gambar puncak Mahameru dan
bertekad untuk mendakinya sebelum kembali pulang ke Makassar.
Bersambung...
Uhuh saya bayangkan mi suasana di sana lewat cerita nya aash ini.. sayangnya kurang fotonya di.
BalasHapusTp klo saya ke sana pasti mengeluhka di pendakiannya hahaha
untuk liat sunrisenya, nda terlalu jauh dan menanjak jalannya kak,, cuman dinginnya subhanallah...
Hapuswaktu itu kameranya krg memadai jadi nda sempat foto foto hehe,
insha Allah next story bromo akan banyak foto, tunggu updatenya ya kak
Thank you 😘